Mengenal Pendidikan di Ethiopia – Pendidikan di Ethiopia didominasi oleh Gereja Ortodoks Ethiopia sepanjang berabad- abad hingga pendidikan sekuler diadopsi pada dini 1900- an. Saat sebelum tahun 1974, Ethiopia mempunyai tingkatan buta huruf yang diperkirakan jauh di atas 90% serta dibanding dengan Afrika yang lain dalam perihal penyediaan sekolah serta universitas. Sehabis Revolusi Ethiopia, penekanan ditempatkan pada kenaikan literasi di wilayah pedesaan. Subyek instan ditekankan, semacam ajaran sosialisme. Pada tahun 2015, tingkatan melek huruf sudah bertambah jadi 49, 1%, masih miskin dibanding dengan sebagian besar daerah Afrika yang lain.
Baru- baru ini, sudah terjalin perluasan besar- besaran di segala sistem pendidikan. Akses ke sekolah bawah terbatas pada posisi perkotaan, di mana mereka sebagian besar merupakan zona swasta ataupun organisasi berbasis agama. Pendidikan sekolah bawah terdiri dari 2 siklus: kelas 1 sampai 4 serta kelas 5 sampai 8. Sekolah menengah pula mempunyai 2 siklus: kelas 9 sampai 10 serta kelas 11 sampai 12. Sekolah bawah mempunyai lebih dari 90% anak berumur 7 tahun yang terdaftar walaupun cuma dekat separuh menuntaskan kedua siklus. Suasana ini bermacam- macam dari satu wilayah ke wilayah lain, lebih rendah di posisi agro- pastoral( semacam wilayah Somalia serta Afar) serta wilayah tumbuh semacam Gambella serta Benshangul Gumz.
Proporsi yang jauh lebih kecil dari anak- anak bersekolah di sekolah menengah serta apalagi lebih sedikit lagi yang mendatangi siklus kedua. Kedatangan di sekolah sangat rendah di wilayah pedesaan sebab minimnya penyediaan serta terdapatnya pekerjaan alternatif. Di kelas- kelas berikutnya, kurikulum sekunder mencakup lebih banyak mata pelajaran pada tingkatan yang lebih besar daripada kurikulum di sebagian besar negeri lain. Pendapatan rendah serta rendahnya evaluasi guru berkontribusi pada mutu pengajaran yang kurang baik, diperburuk oleh dimensi kelas yang besar serta sumber energi yang buruk—mengakibatkan kinerja yang kurang baik dalam evaluasi nasional. Terdapat pula fakta korupsi tercantum pemalsuan sertifikat.
Banyak sekolah bawah sudah memperkenalkan pengajaran bahasa bunda namun mengalami kesusahan dalam kaitannya dengan bahasa minoritas kecil. Pengajaran bahasa Inggris- sedang senantiasa jadi permasalahan selama tahun- tahun pendidikan selanjutnya. Akses anak wanita ke pendidikan sudah ditingkatkan namun pernikahan dini menurunkan kehadiran mereka. Pencapaian pendidikan anak wanita dipengaruhi secara negatif oleh stereotip gender, kekerasan, minimnya sarana sanitasi serta konsekuensi dari kegiatan intim.
Universitas Jimma menanggulangi sebagian permasalahan yang dirasakan perempuan di pendidikan besar. Lembaga pendidikan serta pelatihan teknis serta kejuruan( TVET) sudah memperkenalkan evaluasi berbasis kompetensi walaupun banyak yang kekurangan sumber energi yang mencukupi. Pelatihan guru sudah ditingkatkan. Seluruh pendidikan besar sudah tumbuh dalam registrasi namun tanpa ekspansi yang sebanding dalam kepegawaian serta sumber energi. Terdapat kesusahan dalam memperkenalkan rekayasa ulang proses bisnis( BPR) dengan staf universitas yang dibayar rendah buat menaikkan pemasukan mereka bila membolehkan. Universitas butuh membiasakan pelatihan dengan permintaan pasar. Seluruh akademi besar serta universitas mengidap kerugian yang sama semacam sekolah. Sarana bibliotek kurang baik, kelas besar serta perlengkapan kurang.
Walaupun keberadaan prasasti meyakinkan kalau keaksaraan mendahului adopsi agama Kristen selaku agama yang diakui di Ethiopia, pada dikala catatan sangat dini yang masih terdapat, pendidikan resmi dikendalikan oleh gereja. Peluang pendidikan ditatap selaku pelestarian kelas Amhara yang berkuasa di Etiopia, namun apalagi buat Amhara cuma sedikit. Samuel Gobat memperkirakan kalau” di mana bahasa Amharik digunakan, dekat seperlima dari populasi laki- laki bisa membaca sedikit, dan di Tigre dekat seperdua belas.”